Kapolres Dampingi Bupati Sikka Pimpin Rapat Terkait Masalah Tanah Kawasan Hutan Lindung Di Bendungan Waigete
ntt.tribratanews.com - Bertempat di Aula Ruangan Bupati Sikka, Jl. El Tari Bawah, Kel. Kota Uneng, Kec. Alok, Kab. Sikka telah berlangsung rapat koordinasi terkait masalah tanah kawasan hutan lindung yang berlokasi di Bendungan Napunggete, Kec. Waigete yang melibatkan kelompok masyarakat di wilayah hutan lindung.
Rapat yang dipimpin oleh Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo, S.Sos, M.Si didampingi Wakil Bupati Romanus Woga dan Kapolres Sikka AKBP Sajimin, S.I.K, M.H.
Turut hadir dalam rapat tersebut mewakili Dandim 1603 Maumere Letda. Inf. Nikolaus, mewakili Danlanal Maumere Pelaksa Lanal Maumere Letkol Laut ( PM ) Muchsin Wibowo , mewakili Kadis Kehutanan Kabag UPT. KPH Kab.Sikka Herry Siswadi, Kasat Pol PP Kab. Sikka Buang Da Cunha, Camat Waigete Even Edomeko S.Fil, Kapolsek Waigete Ipda Razes Pernando Manurung S.Trk, seluruh Kepala Dinas Kab. Sikka dan staf Kantor Bupati Sikka.
Dalam rapat tersebut Kabag UPT. KPH Dinas Kehutanan menjelaskan warga mengakui status lokasi tersebut sebagai kawasan hutan lindung sesuai dengan Surat Putusan Kementrian Kehutanan RI Nomor: 3911 tahun 2014. Pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1992 ada kegiatan reboisasi hutan lindung dari Dinas Kehutanan dan tanah hutan dimanfaatkan sebanyak 227 masyarakat dengan menanam pohon produktif sejak Tahun 1969 dan 12 membangun pondok semi permanen yang tidak di ketahui kapan oleh Dinas Kehutanan dan 7 pondok dibangun pada bulan April 2020.
Kapolres Sikka mendampingi Bupati Sikka sebagai pemimpin rapat memberikan saran, dalam menangani kasus tersebut pihak Kehutanan punya wewenang penuh untuk menindak/memproses siapa saja yang melakukan segala bentuk aktifitas dikawasan hutan lindung dan dalam lokasi hutan lindung tersebut tidak boleh ada segala bentuk aktifitas perkebunan oleh warga sesuai dengan penjelasan Kabag Kehutanan Kab.Sikka.
“Bahwa di lokasi hutan lindung terdapat 12 rumah Dan 7 pondok yang menempati kawasan hutan lindung tersebut, sebelum kebijakan diambil pada tahun 1960 warga tersebut sudah menempati kawasan hutan lindung dan pada tahun 1984 baru ditetapkan tapal batas terkait lokasi kawasan hutan lindung” ungkapnya.
Pihak Kehutanan harus melakukan pemaparan secara detail terkait lokasi/wilayah hutan lindung tersebut kepada pemerintah sehingga bisa diambil langkah-langkah selanjutnya sehingga kedepannya tidak ada suku-suku yang mengklaim tanah tersebut sebagai tanah ulayat dan meminta kepada pihak Kehutanan agar slalu Pro Aktif dengan cara mempertemukan kedua belah Pihak agar mencari solusi dalam penanganan terkait masalah Hutan Lindung tersebut
“Pihak Kehutanan harus memanggil Badan Pertanahan Nasional Kab. Sikka untuk melakukan pengukuran ulang dikawasan hutan lindung sesuai dengan titik kordinat sehingga dapat mengataui Luas dan besarannya kawasan hutan lindung tersebut. Apabila di Kemudian hari Permasalahan ini tidak menemui titik temu agar pihak Kehutanan Kab. Sikka bersurat kepada Kapolres Sikka untuk meminta bantuan Pengamanaan atas permasalahan tersebut,” pungkasnya.
Kegiatan rapat yang berlangsung hingga pukul 12.00 wita tersebut berlangsung aman dan terkendali dengan langkah-langkah yang telah dibuat oleh Pihak Kehutanan Provinsi NTT diantaranya membuat surat pelarangan untuk kelompok tersebut membangun hutan dan dalam waktu 2 minggu harus sudah meninggalkan lokasi hutan lindung tersebut, melakukan patrol dan pengecekkan laha, serta mengadakan pertemuan dengan kedua belah pihak untuk di tentukan pengerjaan hutan kawasan ekonomi.