Kapolda NTT Hadiri Rapat Koordinasi Bersama Deputi Bidang Pertahanan dan Keamanan Kemenko Polhukam RI
ntt.tribratanews.com - Kapolda NTT Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, S.H., M.Hum beserta sejumlah Forkopimda NTT lakukan Rapat Koordinasi bersama Tim dari Kemenko Polhukam Republik Indonesia dalam hal ini Deputi Bidang Pertahanan Negara.
Kegiatan yang digelar di Kantor Gubernur NTT, Selasa sore (30/11/2021) ini dihadiri oleh Wakil Gubernur NTT Drs. Josef Nae Soi, M.M, Danlantamal VII Kupang Laksamana Pertama TNI IG. Kompiang Aribawa, CHRMP, Kabinda NTT Brigjen TNI Adrianus San, S.Sos., M.Tr, Kasrem 161/Wira Sakti Kolonel Inf Jems Ratu Edo, S.Sos dan para pimpinan OPD Provinsi NTT.
Sementara Tim Kemenko Polhukam RI dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam RI Mayjen TNI Hilman Hadi, S.I.P., M.B.A., M.Han beserta 9 orang staf Deputi.
Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam RI Mayjen TNI Hilman Hadi, S.I.P., M.B.A., M.Han menyampaikan bahwa Dalam kegiatan ini dibahas tiga permasalahan yang terjadi di wilayah NTT terkait Perpres nomor: 73 tahun 2020 tentang Kemenko Polhukam, Perpres nomor :44 tahun 2017 tentang perubahan atas Perpres nomor : 12 tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan dan Inpres nomor : 6 tahun 2020 tentang peningkatan disiplin dan penegakan hukum Protokol Kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian cobid-19.
"Dimna kegiatan ini sendiri dilatarbelakangi oleh penanganan permasalahan warga negara Indonesia eks Timor Timur, pengendalian kebijakan pertahanan negara dalam rangka mendukung program pbangunan ekonomi kawasan perbatasan negara di Motain sesuai Impres nomor: 1 tahun 2021 dan pengendalian Inpres nomor 6 tahun 2020 tentang peningkatan disiplin dan penegakan hukum Protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengemdalian covid-19 serta target vaksinasi 70 persen penduduk pada akhir tahun sesuai arahan Presiden RI", ujar Mayjen TNI Hilman Hadi, S.I.P., M.B.A., M.Han.
Sementara itu, Kapolda NTT Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, S.H., M.Hum pada kesempatan ini memberikan materi tentang kondisi aktual pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan RI-RDTL.
"Ada beberapa hal yang perlu saya diinformasikan sebagai masukan bahwa sampai sejauh ini kondisi ipoleksosbudhankam di wilayah Nusa Tenggara Timur khususnya di daerah-daerah yang berbatasan dengan RDTL cukup kondusif", jelas Irjen Pol Drs. Lotharia Latif, S.H., M.Hum.
Dikatakannya bahwa di NTT khususnya di satuan Polri terdapat lima Polres yang berbatasan langsung dengan Republik Democratik Timor Leste (RDTL) yaitu, Polres Kupang, Polres TTU, Polres Malaka, Polres Belu dan Polres Alor.
"Biasa orang mengidentikan bahwa berbatasan dengan Timor Leste hanya PLBN yang ada di Motaian, tetapi sebetulnya banyak perbatasan-perbatasan baik itu, melalui laut kemudian perbatasan-perbatasan yang sudah ditetapkan seperti di Wini dan sebagainya juga perlu menjadi atensi kita bersama", ujar Kapolda NTT.
Dijelaskan juga bahwa di perbatasan-perbatasan tersebut merupakan tempat kerawanan seperti konflik batas wilayah kemudian pelintas batas ilegal, penyelundupan-penyelundupan baik itu Ranmor, BBM, Sembako bahkan pencurian ternak.
Dalam rangka mengantisipasi terjadinya permasalahan-permasalahn itu, Kapolda NTT menyampaikan bahwa selama ini Polri bersama TNI serta instansi terkait telah melakukan langkah-langkah baik itu pengamanan perbatasan dan penyelesaian permasalahan secara baik dan terkoordinasi.
"Ada satu permasalahan yang telah diselesaikan kemarin terkait penyeberangan ilegal yang dilakukan warga Timor Leste sekitar ribuan orang yang diketahui mereka ini tergabung di dalam perguruan silat PSHT, dimana di negara mereka perguruan silat ini tidak diakui. Sehingga apa yang terjadi, saat ujian kenaikan tingkat harus dilakukan di wilayah kita (Indonesia)", terangnya.
"Kemarin pada saat situasi covid-19, kita mendapat informasi kemudian kita bersama teman-teman TNI melakukan patroli dan kita lakukan pendekatan dan hampur seribuan lebih kita amankan dan dari pihak RDTL ingin dikembalikan secara proporsional melalui pintu perbatasan sehingga kita koordinasikan dengan baik bahkan kita berikan bantuan kemanusiaan dan kita kembalikan kepada mereka sehingga tidak ada insiden", tambhnya.
Selain itu, Kapolda NTT menyampaikan salah satu hal yang perlu diatensi dan diantisipasi bersama yakni, rencana pemilu di RDTL pada tahun 2022 mendatang, mengingat masih adanya hubungan keluarga, budaya dan adat istiadat antara warga RDTL dan warga indonesia khususnya di perbatasan yang bisa saja dimobilisir dan dimanfaatkan untuk pemilu.
Pada kesempatan ini, Kapolda NTT juga menginformasikan kegiatan-kegiatan Kepolisian yang dilakukan baik kegiatan rutin maupun kegiatan operasi mandiri kewilayahan dengan menerapkan strategi preemtif, preventif dan penegakan hukum.
"Saya kira ini adalah pola universal yang kita laksanakan dan kita lebih mengedepankan pola-pola Preemtif dan Preventif, penegakan hukum adalah upaya terakhir", lanjutnya.
Disebutkan, untuk operasi mandiri kewilayahan yang dilakukan pada tahun 2020 terjadi sebanyak 13 kasus, sedangkan pada tahun 2021 dari bulan Januari hingga bulan November terjadi penurunan yakni sebanyak 7 kasus.
Terkait kendala yang dihadapi, Kapolda NTT menyampaikan lima poin diantaranya, kuat sumber daya terbatas, cakupan wilayah dan geografis yang cukup sulit, banyaknya jalan-jalan tikus yang tidak sepenuhnya terjangkau, belum semuanya masyarakat memahami tentang isu-isu perbatasan dan kerawanannya serta belum sepenuhnya menggunakan IT atau penggunaan peralatan-peralatan monitoring dan patroli berbasis IT.
"Selain itu, rekomendasi kami yakni, kerjasama Polri dengan RDTL agar lebih ditingkatkan untuk penanganan kejahatan di wilayah perbatasan, sosialisasi secara intensif kepada masyarakat di perbatasan tentang isu-isu perbatasan yang rawan pelanggaran dan kehahatan. Kemudian agar adanya penambahan sarana dan prasarana, mendorong pemerintah pusat dan daerah serta instansi terkait guna pembangunan sentra-sentra ekonomi di wilayah perbatasan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat", pinta Kapolda NTT.
"Dan yang terakhir pembangunan integrated command center berbasis IT untuk monitoring dan pengawasan perbatasan yang rawan pelanggaran-pelanggaran kejahatan", pungkasnya.
Sedangkan Wakil Gubernur NTT Drs. Josef Nae Soi, M.M menyampaikan bahwa dari Pemerintah Provinsi NTT telah melakukan tiga dimensi Ideal, realita dan fleksibilitas.
Menurutnya, dimensi pertama yakni, dimensi Ideal adalah semua warga negara Indonesia adalah orang Indonesia atau mereka yang datang ke Indonesia dan bertempat tinggal dan mencari kehidupan yang memenuhi persyaratan sesuai Undang-undang yang berlaku adalah warga negara Indonesia. Dimensi kedua atau realita bahwa ada warga negara yang berasal dari suatu negara yang tadinya rakyat Indonesia tetapi berpisah dari wilayah sendiri.
"Oleh sebab itu pendekatan kita kepada mereka kita lakukan secara realita. Sementara pendekatan ke tiga kita lakukan secara pendekatan fleksibilitas. Apa yang dimaksudkan dengan Provinsi NTT menggunakan pendekatan fleksibilitas ada perpaduan antara ideal dan realita", ujar Wakil Gubernur NTT.
Dikatakannya, warga eks Timor Leste merupakan warga Indonesia. Pememerintah wajib mencari jalan keluar penyelesaian permasalahan yang dihadapi dengan tidak mengurangi hak-haknya dari warga negara Indonesia asli.
"Itulah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam hal ini sebagai wakil pemerintah pusat, kami melakukan pendekatan secara dimensi ideal, dimensi realita dan dimensi fleksibilitas", tandasnya.