Menjaga Integritas Polri, Pentingnya Pahami Peraturan yang Mengatur Pemberhentian Anggota Polri 

Menjaga Integritas Polri, Pentingnya Pahami Peraturan yang Mengatur Pemberhentian Anggota Polri 

ntt.tribratanews.com,- Setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terikat pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pemberhentian Anggota Polri. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum mengenai status keanggotaan, sekaligus menjaga integritas dan citra institusi kepolisian di mata publik.

Pemberhentian dari dinas kepolisian merupakan proses penting dalam pengakhiran status keanggotaan yang dilakukan oleh pejabat berwenang. Proses ini krusial agar individu yang diberhentikan secara resmi tidak lagi berstatus sebagai anggota Polri, sehingga menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.

Dalam konteks pemberhentian, terdapat dua kategori yang perlu dipahami yakni Pemberhentian Dengan Hormat dan Pemberhentian Tidak dengan Hormat. Pemberhentian dengan hormat dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan begitupun pemberhentian tidak dengan hormat sesuai dengan kajian tepat.

Pelanggaran didefinisikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan sumpah/janji anggota, peraturan disiplin, dan Kode Etik Profesi Kepolisian. Menurut Pasal 13, anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat jika terbukti melanggar ketentuan ini, termasuk kelalaian tugas, penyalahgunaan wewenang, atau perilaku yang mencoreng nama baik institusi.

Pasal 13 ayat (1) menegaskan bahwa anggota Polri dapat diberhentikan baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pasal 14 ayat (1) huruf b menambah bahwa pemberhentian tidak dengan hormat dapat dilakukan jika anggota Polri berperilaku yang dapat merugikan dinas polri. 

Proses pemberhentian tidak dengan hormat harus melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian (KKEP), memastikan setiap keputusan diambil secara adil dan transparan. Pengawasan ketat dan prosedur baku menjadi jaminan bahwa tindakan penegakan kode etik Polri yang diambil benar-benar tepat dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Salah satu contoh saat ini adalah kasus Rudi Soik, anggota Polri yang dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh Polda NTT. Rudi terlibat dalam 12 pelanggaran disiplin dan kode etik, yang menjadi pertimbangan utama dalam proses sidang KKEP. Polda NTT menegaskan bahwa seluruh rangkaian proses KKEP yang dilalui Rudi telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

Kasus ini menyoroti pentingnya ketegasan dalam penegakan kode etik di lingkungan Polri. Dengan mengedepankan transparansi dan keadilan dalam setiap proses, diharapkan institusi kepolisian dapat terus menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat. Keberanian untuk mengambil tindakan terhadap pelanggaran mencerminkan komitmen Polri untuk menjadi institusi yang profesional dan bertanggung jawab.